Oleh: Dr. Ismail, SH, MH
Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Dengan demikian Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Kepala Daerah harus dipilih secara demokratis. Tidak ditentukan Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga pemilihan Kepala Daerah juga dapat dilakukan secara tidak langsung, namun tetap harus melalui mekanisme yang demokratis.
Salah satu dimensi demokrasi dalam penyelenggaraan pemeritahan daerah yang lazim bagi negara demokrasi konstitusional adalah pertanggungjawaban setiap bentuk kekuasaan yakni suatu konsep yang menghendaki pembatasan kekuasaan dengan mendasarkan seluruh tindakan pemerintahan pada hukum sekaligus menempatkannya sebagai kedaulatan rakyat dan demokrasi.
Standar demokrasi bagi pertanggungjawaban pemerintah terletak pada konstruksi hukum yang melandasi semua bentuk tindakan hukum pemerintah sebagai lembaga hukum publik, mulai dari tingkat pemerintahan pusat sampai pada tingkat Pemerintahan Daerah.
Pertanggungjawaban merupakan bagian integral dari negara hukum. Persoalannya kemudian adalah siapa yang mempertanggunjawabkan, apa yang mesti dipertanggungjawabkan dan bagaimana cara mempertanggungjawabkannya.
Terkait dengan itu, yang harus dipertanggungjawabkan adalah menyangkut kekuasaan khususnya ruang lingkup dan penyelenggaraannya, sedangkan cara mempertanggungjawabkannya tergantung kepada standar-standar negara hukum.
Sekalipun telah banyak praktik pertanggungjawaban jabatan publik (accountability of public officer) sebagaimana dikehendaki negara-negara demokrasi, tetapi pada kenyataan praktik tersebut banyak mengundang perdebatan teoritis yang belum selesai khususnya; pertama, hubungan antara individu sebagai pejabat dan organisasi sebagai lingkup jabatan; kedua, menyangkut materi pertanggungjawaban yang berkutat pada pertanggungjawaban atas kesalahan (fault), kelalaian (negligence) atau pada kerugian yang ditimbulkan pada pihak lain; ketiga, persoalan institusional yakni kepada siapa dan bagaimana cara pejabat harus mempertanggungjawabkan atas segala tindakan yang dilakukan; dan keempat, apakah pertanggungjawaban tersebut dengan suatu sanksi atau tidak.
Kekuasaan Kepala Daerah sebagai pemimpin di daerah otonom, dapat ditegaskan bahwa kekuasaannya bersumber dari hasil pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang didesentralisasikan, ditugasbantukan dan didekonsentrasikan untuk diselenggarakan dalam pemerintahan daerah otonom, sehingga dalam posisi bagaimanapun kekuasaan pemerintahan daerah merupakan hasil dari penyerahan sebagian wewenang pemerintah pusat di luar politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.
Pokok permasalahan yang perlu diperhatikan terkait dengan asas penyelenggaraan pemerintahan adalah apakah setiap pemberian kewenangan dengan asas yang berbeda memiliki substansi, bentuk dan cara pertanggungjawaban yang berbeda.
http://bit.ly/2IhGU86
February 17, 2019 at 12:17AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pertanggngjawaban Kepala Daerah Belum Mencerminkan Sistem Laporan Pertanggungjawaban yang Demokratis"
Post a Comment